Ngamumule Budaya Sunda

Tari Ronggeng Gunung Ciamis


Apa itu Tari Ronggeng Gunung?
Tari Ronggeng Gunung merupakan warisan budaya dari Galuh Ciamis, Ronggeng gunung sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni sebuah bentuk kesenian tradisiional dengan tampilan seorang penari atau lebih. Terdiri dari penari utama yaitu wanita berselendang dan pengiringnya (pengibing) adalah sekelompok laki - laki yang mengenakan sarung, penyintren, serta penabuh gamelan. Antara penari dan pengibing tidak diperbolehkan melakukan kontak langsung, dan harus memiliki fisik yang kuat karena pertunjukan bisa berlangsung berjam-jam.

Gerakan Tari Ronggeng Gunung
Untuk pola gerak Rtonggeng Gunung, dipandang menjadi akar ronggeng pakidulan. Nayaga yang mengiringinya (penabuh gamelan) cukup tiga orang, hanya dengan gongg, bonang, dan kendang. Penari utama wanita di tengah yang dilengkapi dengan sebuah selendang. Selain untuk kelengkapan dalam menari, selendang juga dapat digunakan untuk menggaet lawan biasanya laki - laki untuk menari bersama, dengan cara mengalungkan selendang tersebut ke lehernya. Kemudian ada penari laki - laki yang mengelilingi penari wanita ditengah dengan menggunakan sarung sebagai penutup, yaitu bagian kepala ditutup menggunakan sarung sehingga yang terlihat hanya bagian muka saja.

Tari Ronggeng Gunung Ciamis
Persebaran Tari Ronggeng Gunung
Persebaran Tari Ronggeng Gunung mencakup beberapa desa di Ciamis Selatan seperti desa Panyutran, Ciparakan, Burujul, dan menyebar ke arah selatan lainnya yaitu di Kawedanan Pangandaran sampai ke kecamatan Cijulang. Dalam beberapa generasi ronggeng gunung mampu mempertahankan ciri - ciri khas yang dimiliki.

Asal Usul Tari Ronggeng Gunung Ciamis
Awalnya Ronggeng Gunung berbau maut. Kesenian tradisional Ciamis Selatan itu, merupakan seni bertempur yang cerdik. Konon, orang-orang Galuh yang ikut menari menutup wajahnya dengan kain sarung sambil memancing musuhnya untuk ikut hanyut dalam tarian. Karena wajah mereka tertutup sarung, maka ketika musuh mereka terpancing dan ikut ke tengah lingkaran, sebilah pisau mengintip menunggu saat yang tepat untuk ditikamkan.

Siasat itu, konon diilhami dendam Dewi Rengganis. Pasalnya suami tercinta, Raden Anggalarang tewas dibunuh kaum perompak (bajo) di tengah perjalanan menuju Pananjung, Pangandaran. Beruntung Dewi Rengganis selamat, dan bersembunyi di kaki gunung.
DALAM cerita rakyat masyarakat Ciamis, Dewi Siti Samboja dikenal sebagai wanita cantik jelita yang diperistri Raden Anggalarang, putra Prabu Haur Kuning dari Kerajaan Galuh. Walaupun tidak direstui ayahnya, pasangan itu kemudian mendirikan kerajaan di Pananjung, daerah yang kini merupakan Cagar Alam Pananjung di obyek wisata Pangandaran. Ketika itu, sekitar perairan daerah tersebut sering didatangi kaum perompak.

Mengetahui ada kerajaan baru, para perompak kemudian menyerang. Karena pertempuran tidak seimbang, Pangeran Anggalarang gugur. Akan tetapi, istrinya, Dewi Siti Samboja berhasil menyelamatkan diri. Dalam pengembaraan Sang Dewi yang penuh penderitaan sampai akhirnya menerima wangsit.
Ia dianjurkan mengubah namanya menjadi Dewi Rengganis dan menyamar sebagai ronggeng. Di tengah kepedihan hatinya yang tidak terperikan karena ditinggal suaminya tersayang, Nyi Ronggeng berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya. Tanpa terasa, gunung-gunung didaki dan lembah-lembah dituruni. Di matanya masih terbayang bagaimana orang yang dijadikan tumpuan hidupnya telah dibunuh kaum bajo dan kemudian mayatnya diarak lalu dibuang ke laut Samudera Hindia. Selengkapnya baca Sejarah Tari Ronggeng Gunung Ciamis di sini.
Silakan Share ke media sosial :
 
-->