Upacara Adat Tradisional Jawa Barat
Adat
istiadat yang diwariskan leluhurnya pada masyarakat Sunda masih
dilestarikan dan menjadi pedoman bagi kehidupan sosial masyarakatnya.
Dalam adat istiadat Sunda, berbagai macam upacara adat yang bersifat
ritual dan spiritual dan mencakup di dalam setiap bidang kehidupan
sosial baik daur hidup manusia, pertanian, sunatan, perkawinan dan lain
sebagainya. Tujuan dari semua itu adalah sebagai ungkapan syukur dan
permohonan kepada Tuhan atas keselamatan dan kesejahteraan.
1. Upacara Adat Seren Taun
Upacara
Seren Taun adalah upacara adat khas tradisional Jawa Barat dimana
upacara adat ini intinya adalah mengangkut padi (ngangkut pare) dari
sawah ke leuit (lumbung padi) dengan menggunakan pikulan khusus yang
disebut rengkong dengan diiringi tabuhan musik tradisional. Selanjutnya
diadakan riungan (pertemuan) antara sesepuh adat/pemuka masyarakat
dengan para pejabat pemerintah setempat.
Upacara Seren Taun membawa hasil tani sebagai permohonan syukur kepada Tuhan
Kehadiran
pejabat setempat adalah untuk menyampaikan berita gembira mengenai
keberhasilan panen (hasil tani) dan kesejahteraan masyarakat yang
dicapai dalam kurun waktu yang telah dilalui. Salah satu ciri khas di
dalam upacara ini adalah dengan prosesi seba atau dapat
diartikan semacam menyampaikan segala hasil tani yang telah dicapai
untuk dapat dinikmati oleh pejabat-pejabat setempat yang diundang untuk
menghadiri acara tersebut.
Salah
satu tujuan upacara adat ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan atas keberhasilan dan perlindungan selama masa tani serta sebagai
sebuah permohonan agar di masa kedepan na dapat emmperoleh hasil tani
yang lebih baik lagi. Upacara Sereh Taun ini dapat kita jumpai di Kasepuhan Sirnarasa Cisolok, Sukabumi Selatan; Cigugur-Kuningan.
2. Upacara Adat Pesta Laut
Upacara
Adat Pesta Laut ini biasanya diselenggarakan di daerah Jawa Barat
seperti Pelabuhan Ratu (Sukabumi) dan Pangandaran. Upacara ini
dimaksudkan sebagai bentuk ucapan rasa syukur kepada Allah SWT atas
segala hasil laut yang diperoleh oleh para nelayan, juga di tujukan
sebagai permohonan keselamatan agar para nelayan selalu diberi
keselamatan dan hasil laut yang melimpah.
Di
dalam upacara tersebut perahu-perahu nelayan dihiasi berbagai ornamen
berwarna-warni yang dinaiki oleh para nelayan dan diberi sesajen di
atasnya. Yang unik di dalam acara ini adalah para nelayan menghadiahkan
kepala kerbau yang sudah dibungkus kain putih kepada penguasa laut
sebagai penolak bala. Pesta Laut ini diadakan setahun sekali dan menjadi
salah satu daya tarik pariwisata bagi masyarakat.
3. Upacara Sepitan/Sunatan
Upacara sunatan/khitanan
dilakukan dengan maksud agar alat vital pengantin sunat menjadi bersih
dari segala kotoran. Dalam kepercayaan Agama Islam, seorang anak yang
telah melaksanakan ritual sunatan berarti telah melaksanakan salah satu
syarat sebagai umat Islam. Bagi kaum perempuan, Upacara Sepitan
dilaksanakan pada saat anak itu berusia bayi agar tidak malu. Dalam
tatacara adat, pelaksanaan upacara ini pada laki-laki dilakukan saat
menginjak umur 6 tahun. Dalam Upacara Sunatan, selain mengundang paraji
sunat, juga mengundang para kerabat dan tetangga pengantin sunat.
Pada
jama dahulu (sebelum adanya kemajuan tekhnologi kedokteran) upacara
sunatan dilaksanakan pagi-pagi sekali dengan cara anak yang akan disunat
dimandikan atau direndam di dalam kolam hingga menggigil. Setelah
menggigil lalu anak tersebut dipangku dan di bawa ke paraji sunat untuk
di lakukan proses sunat. Diantara para tamu yang datang untuk
menyaksikan proses ini membawa berbagi tetabuhan, ayam untuk disembelih,
petasan dan lain sebagainya sambil melantunkan Marhaban kepada Tuhan.
Pada masyarakat di pedesaan, setelah prosesi sunatan ini selesai diselenggarakan hiburan dan acara-acara rakyat.
4. Upacara Tingkeban
Upacara
Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu
mengandung 7 bulan. Upacara ini dimaksudkan sebagai bentuk permohonan
atas keselamatan bagi sang bayi dan ibu yang melahirkan. Tingkeban
sendiri berasal dari kata tingkeb yang memiliki arti tutup,
maksudnya sang ibu yang sedang mengandung selama 7 bulan tidak boleh
bercampur dengan suaminya hingga empat puluh hari sesudah persalinan dan
sebagai tanda agar sang ibu tidak bekerja terlalu berat karena bayi
yang dikandung sudah besar. Hal ini diperlukan untuk menghindari segala
hal buruk yang tidak diinginkan.
Didalam
upacara ini, biasanya diadakan pengajian yang dilakukan dengan membaca
ayat-ayat suci Al-Quran. Disamping membaca ayat-ayat suci, juga
dipersiapkan peralatan yang diperlukan dalam upacara memandikan ibu
hamil dan yang terutama adalah menyediakan Rujak Kanistren
yaitu rujak yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Prosesi upacara ini
adalah sang ibu yang sedang hamil dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat
dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran terakhir dimasukan belut hingga
mengenai perut ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar nantinya di dalam
proses kelahirannya dapat berjalan lancar dan tanpa ada hambatan yang
berarti.